Home » » HABIBIE AFSYAH

HABIBIE AFSYAH

internet marketer
Habibie Afsyah (ditengah berkaos putih)
Jakarta - Habibie Afsyah (24) membuktikan bahwa spirit manusia jauh melampaui keterbatasan fisiknya. Lumpuh yang dideritanya sejak kecil karena kelainan genetik sempat membuatnya jadi bahan olokan. Namun menyadari kekurangan fisiknya membuat Habibie melesat menjadi pakar pemasar internet yang bisa membuatnya mandiri.


Habibie sekilas tampak lunglai di kursi rodanya. Namun saat berbincang dengannya, ada semangat yang berbanding terbalik 180 derajat dari kondisi fisiknya. Ditemui detikcom dan wartawan lainnya usai memberikan pelatihan komputer 'Teknologi untuk disabilitas', di Sasana Bina Daksa Budi Bhakti Pondok Bambu, Jalan Bambu Kuning I, Pondok Bambu, Jakarta Timur, Senin (14/1/2013), Habibie membagikan kisah, semangat dan mimpi-mimpinya.


Dia mengisahkan disabilitasnya diketahui saat anak kedelapan sekaligus bungsu dari pasangan H Nasori Sugianto dan Hj Endang Setyati ini berusia 9 bulan. Saat itu ibunda Habibie merasakan kelainan karena perkembangannya tidak seperti bayi-bayi yang lain. Padahal, Habibie dilahirkan normal di Jakarta, 6 Januari 1988. 


Kedua orang tuanya lantas mencari penyebab kelainan itu. Ternyata dari hasil pemeriksaan medis, ternyata dia menderita Muscular Dytrophy Tipe Becker, semacam mutasi spontan di gen systropin pada kromosom XP 21. Secara awam penyakit ini secara perlahan membuat otot-otot menjadi semakin lemah dan fisik menjadi tak berdaya. Ia bahkan divonis oleh dokter akan meninggal pada usia 24 tahun. 


"Waktu saya kecil, saya hanya bisa menangis. Setelah itu saya masuk TK YPAC, lalu dipindahkan ke TK LAB Setiabudi. Dan sempat beberapa kali pindah sekolah saat SD. Banyak teman-teman yang mengolokku. Namun saya berhasil lulus dari SMA Yayasan Sunda Kelapa, pada tahun 2006," tutur Habibie yang mengenakan celana putih dan kaus putih bergaris merah ini.


Nah selepas SMA, Habibie bingung hendak melanjutkan ke mana. Dia mencari minat dan bakatnya untuk bergiat mengisi hari-harinya. Tak tanggung-tanggung, masa pencarian itu butuh waktu 2 tahun.


"Saya butuh waktu 2 tahun untuk bisa menyadari passion saya. Selama itu, saya hanya menghabiskan waktu dengan bermain game. Akibatnya biaya internet di rumah saya melonjak hingga Rp 1,3 juta per bulan," tutur dia.


Ibunya lantas melihat ketertarikan Habibie yang sangat besar di bidang internet. Habibie lalu didaftarkan ibunya ke pelatihan internet marketing dengan biaya Rp 5 juta selama 2 hari.


"Tapi saya tidak mengerti apa-apa. Selanjutnya ibu saya masih mengikutkan saya dalam kelas advance, walaupun harus menjual mobil untuk membiayai kursus itu sebesar Rp 15 juta. Namun, selepas kursus itu, saya merasa membuang-buang uang. Karena saya belum memahami betul pelatihan itu," kata Habibie dengan nada lirih.


Kemudian, kakak Habibie yang juga seorang fotografer mengajari Habibie program rekayasa foto Photoshop agar bisa berkolaborasi dengan kakaknya. Tak juga Habibie menguasai setelah belajar beberapa waktu.


"Saat itu, saya masih kesulitan karena Photoshop masih menggunakan dua tangan dalam pengerjaaannya. Setelah itu saya kemudian mempelajari ulang hasil pelatihan (internet marketing) yang dulu saya ikuti dan mengembangkan bisnis pemasaran dengan membuat website," imbuhnya.

Dia langsung membuat situs www.rumah101.com, situs untuk penjualan rumah. Awalnya, situs ini gratis agar menarik orang-orang untuk beriklan menjual rumah di situsnya. Kini, bila ingin memasang iklan, setiap orang harus membayar Rp 100 ribu. Dia juga menjadi agen situs jual beli internasional amazon.com, membantu orang-orang yang ingin menjual dan membeli barang dari situs itu. Dari situ akhirnya Habibie bisa memiliki penghasilan sendiri.

"Saat ini, saya sedang selain menjadi internet marketer, juga memiliki organisasi sendiri yaitu Indonesia Disable Care Community untuk para penyandang disabilitas, agar mampu membantu menemukan atau mengembangkan kemampuan yang dimiliki," tuturnya.

Dia juga menyatakan prihatin atas penyandang disabilitas yang mengeksploitasi disabilitasnya, seperti meminta-minta di pinggir jalan. 

"Orang-orang seperti mereka mungkin belum menemukan, kemampuan mereka atau kelebihan mereka sehingga masih harus mencari uang dengan cara seperti itu. Tetapi, melalui organisasi yang saya buat, kami telah membmina beberapa penyandang disabilitas sehingga menemukan passionnya," tuturnya.


(nwk/nrl)